yulitaadriyanti12@gmail .com

Barangkali Pengetahuan Berasal dari Kombinasi Tahap-Tahap Ini


Tahapan dan Tingkatan Pengetahuan

     Beberapa ahli ada yang beranggapan bahwa pengetahuan itu hanya diperoleh dengan satu tahap. Pendapat mereka sendiri berbeda-beda. Ada yang mengatakan dengan tahap indrawi saja, rasio saja, bahkan hati saja. Namun apakah benar bahwa pengetahuan hanya bisa diperoleh melalui satu tahap saja? atau mungkinkah ada beberapa tahap yang mesti dilalui dalam memperoleh pengetahuan?

Pandangan yang Berlandaskan Pengetahuan Satu Tahap 
  Pandangan ini meyakini bahwa untuk memperoleh pengetahuan, hanya ada satu tahap. Mereka yang beranggapan bahwa sumber pengetahuan hanya indra. Pandangan ini menjelaskan bahwa indra ini adalah alat untuk memperoleh pengetahuan. Kalaupun rasio turut serta dalam mengelolah apa yang ditangkap oleh indra, maka itu adalah hasil kerja indra terlebih dahulu. Dan, menurut pandangan ini, pengetahuan secara indrawi tidak lain adalah bersifat particular. Bahkan kita tidak bisa membayangkan sesuatu yang bersifat universal dalam artian kita tidak akan pernah membayangkan sesuatu yang tidak pernah kita indrai, maka dari itu yang bersifat universal itu tidak berarti apapun karena universal itu sendiri berasal dari yang particular atau yang sifatnya terbatas yang sudah mengalami proses kehilangan identitas diri. Artinya kita tidak bisa lagi mengetahui tentang apapun jika itu tidak kita sandarkan pada yang sifatnya particular tadi. Pandangan indra ini tidak mengakui fungsi rasio. Pandangan inilah yang kemudian diyakini oleh Descartes.

    Kemudian, contoh yang kedua yaitu yang meyakini bahwa sumber pengetahuan itu hanya satu yaitu rasio. Seperti yang dikatakan oleh Plato bahwa semua pengetahuan hanya bisa diperoleh dari penggunaan rasio (ta'aqqul). Ia menganggap bahwa indra tidak memiliki nilai apapun untuk memberikan pengetahuan. Dan, yang ia anggap pengetahuan pun hanya yang rasional (ma'qul). Begitu pula dengan Bergson dan lain-lain yang meyakini sumber pengetahuan satu tahap. Akan tetapi ia menyakini bahwa sumber pengetahuan itu adalah hati.
 Sebenarnya masing-masing sumber pengetahuan yang mereka yakini adalah benar. Akan tetapi masalah benar atau salahnya pengetahuan yang diperoleh melalui satu tahap yang dimaksud itu belum diketahui. Sehingga kita belum mampu mengklaim bahwa sumber pengetahuan yang mereka yakini adalah benar adanya. Barangkali kita memperoleh pengetahuan melalui kombinasi dari masing-masing tahap hingga kemudian menjadi sumber pengetahuan yang melalui beberapa tahap, bukan hanya satu tahap. Sehingga melahirkan suatu pengetahuan yang benar dengan melalui tahap-tahap tersebut.

Karakteristik Pengetahuan Indrawi
     Pengetahuan indrawi sering juga disebut pengetahuan lahiriah. Semua penget ahuan indrawi adalah bersifat particular (khusus). Sama halnya dengan pengetahuan yang ada pada binatang. Pengetahuan lahiriah yang sifatnya particular (terbatas). Sifatnya dangkal, hanya mengetahui apa saja yang diindrai. Selain itu, pengetahuan indrawi juga hanya mengingat sesuatu yang ada di masa lalu dan hanya bisa membayangkan atau memproyeksi sesuatu di masa depan hanya dari hal-hal yang sifatnya particular. Pengetahuan indrawi juga sifatnya "sekarang." Hal ini berarti manusia hanya mampu mengetahui yang berhubungan dengan waktu sekarang. Manusia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang dan tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya saat sebelum lahir hanya dengan memanfaatkan indra itu sendiri yang sifatnya adalah terbatas.

Ruang Lingkup Pengetahuan Rasio
 Tahapan ini merupakan sumber pengetahuan yang sifatnya lebih mendalam dan luas. Karakteristik dari rasio sendiri adalah bersifat keapaan atau biasa disebut dengan esensi dan juga kausalitas atau adanya hubungan sebab akibat. Pengetahuan rasio ini sendiri merupakan hasil transfer dari indra. Adanya hubungan sebab akibat antara pengetahuan lahiriah dengan pengetahuan batiniah atau dalam hal ini adalah rasio, tidak dapat disentuh dan dirasakan. Kecuali hanya bisa mengetahui atau mengindrai urutan-urutan berbagai jenis benda. Sebagai contoh, saya mengetahui bahwa air mendidih sebagai akibat dan sebabnya adalah apinya panas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa air mendidih karena apinya panas. Kita hanya sebatas mengetahui sebab dan akibat itu sendiri dari segi materialnya. Namun sesuatu yang menghubungkan sebab dan akibat itulah yang tidak bisa disentuh dan dirasakan (tidak dapat diindrai).
     Demikian resume tahapan dan tingkatan pengetahuan yang sempat saya bagikan ke teman-teman. 
Semoga bermanfaat dan dapat menambah wawasan teman-teman.
_Fastabiqul Kaherat_

Silakan tinggalkan Kritik dan saran di komentar.

Alasan Hijrahmu Apa Atau Siapa?


Hijrah Asyik Bergantung Niat

Sejak awal keraguan itu muncul. Bagaimana tidak, dia datang tiba-tiba layaknya pernikahan dua insan yang dijodohkan. Kita tidak saling mengenal sebelumnya. Awalnya was-was. Selalu mau jaga image, jaga citra agar tetap terlihat baik. Rasanya begitu melelahkan seolah ingin pulang ke kediaman semula.

Terikat. Kita hampir lupa kalau kita telah diikat. Meskipun tidak dekat-dekat. Usahanya belum kesampaian. Barangkali kita harus ubah ritme. Cukup jadi diri sendiri tapi dengan cara pergi. Kembali ke garis awal. Dia tersentil tapi tidak terasa bagi yang tidak peka. Tiba-tiba beberapa diantara mereka bertanya  “kamu kemana saja selama ini?” Sedikit tersentuh sebab pertanda rindu itu masih ada. Entah sengaja ataupun tidak, tugas kita hanyalah percaya. Alasan-alasan masih saja tetap merajai. Setidaknya respon itu ada meskipun tidak mengenakkan bagi mereka.

Kemudian, kita berusaha kembali dengan modal pasrah. Kali ini mengikuti alur tapi tidak terbawa arus. Ada yang baru pada fase ini. Sesuatu yang menjadi saingan daripada kediaman yang sekarang. Jauh lebih asyik dan rasanya kemerdekaan benar-benar berada dalam genggaman. Tidak ada batasan dan benar-benar menjadi diri sendiri. Sekadar sesuatu hal yang paling umum yang terpelihara juga di dalamnya. Budaya konteks tinggi. Keharusan menghormati yang lebih tua. Sejak awal bergabung perbedaan mulai terasa. Ada hal menarik yang berhasil kita baca dari setiap situasi yang berbanding terbalik antara frame yang satu dengan yang lain. Di sini have fun, di sana layaknya penjara. 

Sesekali mereka menguji lantaran mengetahui latar belakang sebelumnya kita berada di frame mana. Kita tidak tahu motif mengujinya untuk apa. Apakah loyalitas atau integritas yang dimiliki benar-benar tertanam dalam dirinya seperti yang dibangga-banggakan oleh kebanyakan temannya yang katanya tingkah lakunya seolah manusia suci tanpa dosa. Berjalan dengan angkuhnya di hadapan para kaum minoritas di suatu tempat sebut saja taman bunga revolusi. Kita jadi termenung sesaat setelah melakukan pembelaan. Dalam benak pun bertanya-tanya “kenapa saya melakukan ini?” sambil mencari-cari alasan. Sepertinya kita jadi paham bahwa sesuatu yang baik biasanya banyak yang benci. Bukan karena baiknya tapi karena keberadaannya tersingkir oleh frame mayoritas. Entah ini faktor keberuntungan atau apapun itu. Dia yang baik dia pula yang mayoritas. Meskipun kadang-kadang kita semua beda pandangan dunia di dalamnya. Ada yang mengambil alasan dan tujuan dangkal. Ada pula yang mengambil manfaat yang jauh dan berjangka panjang. Ada yang niatnya terbatas ruang dan waktu. Ada pula yang melampaui ruang dan waktu. 

Berbagai asumsi bermunculan. Apakah dia yang kita kenal awalnya tidak asyik layaknya berada dalam sangkar itu benar-benar buruk atau justru sebaliknya. Kita mencoba untuk melakukan analisis perbandingan. Ternyata masing-masing ada kelebihan. Di sini kelebihan teori. Di sana kelebihan praktik. Kita tidak mau menyebut kelemahan demi menjaga stabilitas perdamaian antara dua unsur yang bertolak. Intinya, keduanya memberi kita banyak pelajaran. Perbatasan gerak kita menjadi tertata rapi kembali.  Barangkali inilah jawaban. Kita berusaha mengenal lawan tandingannya untuk mengenal pemeran utama itu sendiri. Iya, kita sedang memosisikan sesuatu yang serba tidak menyenangkan itu sebagai karakter utama. Kita ketahui puncak daripada ilmu ada pada pengamalannya. Dari sini mulai terbersit apa yang sebelumnya tidak kasat mata yang menjadikan biasa-biasa saja. Tidak menyenangkan dan terkesan memaksa. Di tempat lain kita meyakinkan diri. Katanya keyakinan bermula dari ragu. Uniknya kita mempelajari sesuatu di tempat lain dan justru menjadikannya alat untuk mengenal frame membosankan itu. Hal yang paling melekat di otak kita adalah perubahan yang kita ciptakan sendiri sebab terpacunya keinginan untuk setara dengan mereka. Mereka adalah orang-orang giat melakukan pengkajian. Dominan menggunakan logika sehingga tidak jarang kita menemukan perdebatan-perdebatan sampai hal-hal yang tidak perlu untuk diperdebatkan. Sekadar menguji dengan menggunakan logika terbalik. Semuanya kita santap dengan lahap. Urusan benar atau salah, tercapai atau tidaknya tujuan dari perdebatan urusan belakang. Esensinya adalah bagaimana kita dapat menyusun argumen selogis mungkin. Sekalipun tidak logis-logis amat, oops!

Sesuatu menjadi bergeser dari tempatnya. Alasan-alasan mengapa tempat ini begitu asyik. Tentu saja diantaranya ialah kita tidak banyak mendapat kritik untuk hal-hal yang sifatnya eksistensi (terlihat). Tidak membatasi pergaulan ini dengan itu dan hal-hal menyenangkan lainnya bagi sebagian besar orang. Ahh sudahlah!! Sepertinya niat untuk berpindah ke lain hati jadi runyam. Setidaknya kita mulai diperlihatkan sisi yang terbalik. Situasinya menjadi terbalik. 

Di sisi lain, kita punya pribadi yang hanya tumbuh jiwa-jiwa penurutnya jika yang meminta adalah orang-orang yang jujur atau disegani. Intinya, masih banyak sisi yang belum terdeteksi mengapa niat awal ingin menghindar. Tapi Itu pulalah yang menjadikan banyak alasan untuk kembali. Sangat tidak terprediksi. Itulah kita yang selalu mengharapkan manusia sesuai dengan ekspektasi. Lambat laun kita menjadi tersadar ujungnya apa? Kecewa sehingga ingin meninggalkan. Padahal kita berkenalan pun belum. Hal ini juga menjadi alasan sesuatu menjadi bersifat sementara. Niatnya masih ambur adul. Wajar. Orang setingkat loyalitas yang tinggi saja kadang imannya naik turun apalagi orang yang masih tergolong baru. Maklum. 

Buat sesuatu yang disebut “niat.” Bila saja Tuhan menciptakan pengawet khusus untuk itu. Barangkali tidak ada lagi iman yang naik turun atau setiap kali naik level saat itu juga diberi pengawet bergantung level dan tidak akan pernah turun lagi. Ibarat sebuah cerita dengan alur majunya. Tenang. Jika kamu masih merasa diri belum pantas berada di dalam lingkaran itu. Dunia itu dinamis. Tapi masih saja sesuatu mengasyikkan manakala dilakukan berdasarkan keinginan tanpa paksaan dari pihak luar. Tapi apakah takaran asyik itu juga yang menjadi tolok ukur baiknya sesuatu. Tidak sama sekali. Tuhan pun mengatakan belum tentu yang terlihat baik itu benar-benar baik, demikian pula sebaliknya. Hijrah kita kini menjadi pembeda dengan yang lain. Niat konyol mereka menjadikan hijrah jangka pendek. Berada jauh dari alasan dan tujuan awalnya menjadikannya berubah 180°. Asyiknya hijrah ternyata bergantung niat. Kembali ke frame membosankan tadi. Hal yang paling melekat dan membuat kita terpacu untuk memperbaiki niat, adanya ungkapan seseorang “kita adalah orang-orang yang paling berpotensi menjadi munafik.” Kita harusnya tidak terima dengan menunjukkan pembuktian-pembuktian. Bukan malah melawan arus alias membenarkan pernyataan  orang ini.

Kembali ke niat. Ia bahkan dituliskan dengan tinta hitam di atas putih. Bahkan dia dimodifikasi sedemikian rupa membuat kita bergairah untuk melihatnya. Penuh dengan kata-kata manis. Seolah menyisakan harapan-harapan di masa mendatang. Selayaknya ada keberhasilan mengubah yang awalnya brutal menjadi versi terbaik di hadapan Tuhan. Sesekali kita berpikir, alangkah memilukan dan memalukan diri sendiri yang meninggalkan tempat membosankan yang penuh rintangan namun tersedia banyak ladang amal di dalamnya,  lalu nilai-nilai yang sempat berhasil dipetik pun tidak berbekas sama sekali. Allah Maha pengampun, Maha penyayang. Jika banyak jalan menuju Roma. Allah juga menyediakan banyak jalan menuju pintu taubatnya. Asalkan kita sadar bahwa kita bukan malaikat yang tanpa nafsu yang tentu saja tidak luput dari segala khilaf. Untungnya kita masih berkeyakinan bahwa niat awal yang belok masih dapat berubah seiring berjalannya waktu. Seseorang pernah mengatakan “jika kamu mencintai impianmu (tujuanmu), maka kamu haruslah lebih mencintai prosesnya.”

Mata jeli melihat celah satu orang tapi tidak memburamkan kebaikan beberapa orang. Sebagian mereka memilih untuk tidak menutup gendang telinganya karena mereka sadar mereka hidup pada lingkup gerakan amar ma'ruf nahi munkar. Bukan semata membangun hablumminannas yang menjadikan hijrah tanpa makna dan memiliki tenggang waktu. Jadilah mendengar bukan sekadar mendengarkan.

Keep Istiqomah
_Fastabiqul Khairat_




Student's Experiences

Jangan Nilai Covernya

Jangan Nilai Covernya      Suatu hari,  seorang laki-laki masuk di restorant yang tergolong elit dengan baju compang camping. Rest...

Jangan Nilai Covernya